Pages

Selasa, 01 Oktober 2013

Asal Mula Desa Purwodadi (Rawong)

Pada zaman dahulu berdirilah suatu kadipaten yang kecil dan sederhana di wilayah Surakarta (sekarang), dulu kadipaten tersebut bernama kadipaten Sukowaten, Saat itu terletak di perbatasan antara kasunanan Surakarta dengan Mataram Kuno.
Pada saat itu Mataram mempunyai keinginan akan mempersatukan kadipaten–kadipaten di sekitarnya, termasuk kadipaten Sukowaten. Tetapi, dengan cara apa saja belum berhasil, lama-kelamaan orang-orang Mataram dengan cara berdagang, sampai-sampai dengan cara menanam mata-mata (kurir) dan tidak berhasil menyatukan kadipaten tersebut.
Suatu saat Adipati Sukowaten mempunyai anak perempuan yang cantik jelita namanya Raden Ayu Rayung Wulan. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh orang-orang Mataram. Kebetulan Raja Mataram mempunyai anak laki-laki yang tampan namanya Pangeran Tejo Mantri. Saat itu dia disuruh mengabdi di Sukowaten kebetulan lamarannya diterima saat itu diberi pekerjaan untuk perang (Pekatik).
Suatu saat putri Adipati punya keinginan untuk berlatih menunggangi kuda dengan semangat yang menggebu-gebu. Maka dikabulkan oleh sang adipati R.A. Rayung Wulan dengan gembiranya ditunjukkan ke kandang kuda untuk memilih kudanya. Sampai di kandang, dengan melihat sang pekatik dengan wajah berparas tampan lagi gagah.
Disitu mulai darah mengalir, syaraf bergetar cinta mulai berkembang. Maka mengajukan permohonan kepada sang Adipati setiap pagi mendatangi kandang sebagai alasan untuk bertemu sang pekatik (Pangeran Tejo Mantri). Sambil membawakan makanan dan sebagainya supaya mereka bisa berbincang-bincang. Tetapi, sang pekatik tidak menanggapinya karena takut. Merasa dia hanya seorang abdi mengingat wanita tersebut anak dari adipati.
Dikarenakan R.A. Rayung Wulan sangat mencintai sang Pangeran. Sang Pekatik juga sudah bercerita siapa dirinya sebenarnya, tapi hal tersebut tetap dirahasiakan. Tidak siapapun yang mengetahui kecuali Rayung Wulan. Semakin hari cintanya Rayung Wulan terhadap sang Pekatik tidak bisa dipungkiri justru semakin menjadi-jadi.
Pada suatu ketika sang Adipati mendengar laporan para punggawa (Prajurit) tapi tidak dihiraukan karena ia belum melihat semata-mata. Apabila Rayung Wulan ditanya oleh sang Adipati, mereka tidak ada hubungan apa-apa hanya sebatas berlatih kuda.
Pada suatu saat sang Adipati berkunjung ke kandang kuda untuk memberi tugas kepada pelatih. Ternyata sampai di kandang, melihat putrinya sedang duduk bercumbu rayu bersama pelatihnya, maka sang Adipati mendekatinya dengan marah dan terjadilah adu mulut bersama putrinya. Lalu sang pelatih diusir pergi dari kadipaten Sukowaten.
Sang pekatik tidak berpikir panjang langsung pergi mengembara tanpa tujuan dan berjanji dalam hati tidak akan pulang ke Mataram sebelum mendapatkan cintanya Rayung Wulan. Sebaliknya Rayung Wulan tidak menikah dengan siapa saja kalau tidak dengan sang Pangeran Tejo Mantri (Pekatik).
Dengan sangat menyesalnya terhadap tindakan sang Adipati mengusir pekatiknya, Rayung Wulan mogok makan dan tidak mau merawat tubuhnya (bersolek) sebelum permohonannya kepada sang Adipati dikabulkan untuk menikah dengan sang Pekatiknya.
Dengan rasa cintanya terhadap sang kekasih, ia rela untuk pergi mengembara meninggalkan kerajaan untuk mencari sang kekasih. Maka pergilah ia tanpa tujuan ke barat sampailah di daerah Kedung Pucang. Dulu wilayah Kadipaten Pucang tersebut kembar. Di situlah ia menemukan sang Resi (Pendeta) dan Rayung Wulan berguru kepadanya.
Lama-kelamaan ia menceritakan tentang pribadinya yang sebenarnya. Pada saat yang dirasa cukup ilmu yang didapatkannya, ia meminta ijin pada sang Resi untuk melanjutkan berkelana dan diarahkan oleh Sang Resi untuk menelusuri sungai yang ada di tepi padepokan yaitu Sungai Bogowonto berjalan ke arah Selatan. Ia menemukan suatu kedung dan sampai sekarang diberi nama Kedung Putri.
Ia berjalan terus ke selatan menemukan sungai yang berbelok. Bila suatu saat tempat tersebut diberi nama Kali Belung. Suatu ketika ia menemukan suatu kedung dijadikanlah tempat ia bertapa. Kebetulan di pinggir sungai tumbuh pohon Purwo bunganya sangat harum lalu tempat ini diberi nama Purwogondo, dan kedungnya Semendi.
Adapun sang Pangeran Tejo Mantri pergi kearah barat sampai daerah Loano, tetapi disana berjumpa dengan Sang Resi. “Kamu jangan di sini, karena aku tahu bahwa kamu menginginkan seorang wanita yang saat ini telah mencari kekasihnya. Kamu berguru di tempat adikku di wilayah Bagelen. Adikku bernama Ki Gemblong berada di tepi sungai Bogowonto yang disebut Rawong.”
Disitulah Pangeran Tejo Mantri tinggal. Sangat memilukan atas cintanya kepada Rayung Wulan, ternyata Tuhan memberi petunjuk dan mempertemukan Pangeran dengan sang kekasih di daerah Rawong. Asal mula dari kata Rawong adalah “Arah” (Menuju) dan “Wong” (Orang).
Di tempat itulah suatu pertemuan yang pertama setelah bersama-sama meninggalkan Kadipaten Sukowaten. Tempat bertemunya mereka di wilayah Rawong yaitu disebut Desa Purwodadi dari kata “Purwo” (Wiwitan atau yang pertama) dan “Dadi” (Wis diarani atau yang sudah diinginkan)
Jadilah mereka suami istri ditempat ini juga. Bilamana di kemudian hari terdapat keselamatan, kejayaan, dan kemuliaan di desa ini diberi nama PURWODADI.

P  = Pawitane (Mulainya)
U  = Urip (Hidup)
R  = Rukun
W = Wargane (Warganya)
O  = Oleh pitulungan (Diberi bantuan atau petunjuk)
D  = Dening (Dari)
A  = Allah
D  = Dasar
I   = Ikhlas

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Ralat kemawon,, nyuwun pangapunten sakderengipun....anane tembung "pekathik" iku ateges wong kang pagaweyane ngopeni jaran .... dadi mungguh pegaweyane pekathik saktemene dudu perang .... pegaweyane pekathik iku ngopeni jaran kalebu nggolekake pakane jaran, ngombeni jaran, ngguyang jaran, reresik kandhang, lsp .....mugi ndadosaken ing kawuningan ....

Posting Komentar